Minggu, 02 Januari 2011

BID'AH

Dalam kamus Al-Munjid disebutkan : Bid'ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa adanya contoh terlebih dahulu.
Rasulullah saw telah bersabda mengenai bid'ah:
"Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah, maka tiada siapa pun yang dapat menyesatkannya. dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tiada siapa pun dapat memberinya hidayah. Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah KItabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan seburuk-buruk perkara adalah muhdatsat (hal-hal baru), dan semua mudats (yang baru) adalah bid'ah dan Kullu bid'atin Dholaalah (semua bid'ah adalah sesat) dan semua yang sesat tempatnya adalah di neraka." (HR Nasa'i)
"Berhati-hatilah kalian terhadap muhdats (hal-hal baru), karena sesungguhnya semua muhdats (yang baru) itu bid'ah dan semua bid'ah adalah sesat." (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Para ulama menjelaskan bahwa dalam hadis Kullu bid'atin dholalah terdapat kalimat yang tidak diucapkan oleh Nabi saw, namun telah dipahami oleh para sahabat. Kalimat itu terletak setelah kata bid'ah dan bunyinya adalah "yang bertentangan dengan syariat" . Coba anda perhatikan kalimat yang terletak di dalam tanda kurung berikut: "Semua bid'ah (yang bertentangan dengan syariat) adlah sesat dan semua yang sesat tempatnya adalah di neraka." Para ulama menyimpulkan demikian berdsarkan sabda Rasulullah saw berikut:

"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), maka dia tertolak." (HR Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad)
"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak terdapat di dalam agama, maka ia tertolak." (HR Bukhori dan Abu Dawud)
Rasulullah saw dalam sabdanya di atas menambahkan kalimat, "Yang tidak bersumber dari agama," dan kalimat "Yang tidak terdapat dalam agama." Akan berbeda maknanya bila kalimat tersebut dihilangkan. Coba perhatikan:
"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), maka dia tertolak."
Bandingkan dengan kalimat berikut:
"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam maslaah (agama) kami ii, maka dia tertolak."
jika kita perhatikan dengan baik, kedua kalimat di atas sangat berbeda. Kalimat pertama memberitahukan bahwa hanya hal baru yang tidak bersumber dari agama saja yang ditolak sedangkan kalimat kedua menyatakan bahwa semua yang baru tertolak.
Kini jelaskah bahwa hanya hal-hal baru saja yang tidak bersumber dari agama sajalah yang sesat, dan selama hal baru tersebut bersuumber dari Al-Quran dan hadis maka dia dapat diterima oleh agama, diterima oleh Allah, dan diterima oleh Rasulullah saw.

KArena dalil-dalil di atas Imam Syafi'i berpendapat bahwa bidah terbagi menajdi dua, yaitu bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah sayyi'ah (buruk) atau bid'ah mahmudah (yang terpuji) dan bid'ah madzmumah (yang tercela). Rabi' ra menceritakan bahwa Imam Syafii rhm berkata:
'Hal-hal baru (muhdatsaat) itu ada dua. Pertama, hal baru yang bertentangan dengan Al_Quran, Sunah, Atsar maupun Ijma. Inilah bid'ah yang sesat. Kedua, segala hal baru yang baik dan tidak bertentangan dengan Al_Quran, Sunah, Atsar maupn Ijma'. Hal baru ini merupakan bid'ah yang tidak tercela.
Sedangkan Imam an-Nawawi ra beliau berkata: Para ulama menyatakan bahwa bid'ah itu terbagi menjadi lima, yaitu bid'ah wajib, bid'ah mandhub (sunah), bid'ah haram, bid'ah makruh, dan bid'ah mubah. Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yang menentang kemungkaran, contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yang Mubah adalah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

Dengan demikian, siapapun muslimin yang menggagas perbuatan baru yang baik dan tidak bertentangan dengan agama dan kemudian perbuatan tersebut diamalkan (orang lain), maka dia akan memperoleh pahala orang-orang yang mengamalkannya. Demikian juga seabliknya. Sebagaimana sabda beliau saw:

“Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah,dan menjelaskan pula akan makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.

Diantara yang mengawali perbuatan bid’ah hasanah adalah sayyidina Umar dan Khalifah Abubakar Ash-Shiddiq rhum. Berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra :“Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah..?, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” Berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768). Bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”, hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah ) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya.

Selain contoh di atas lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu. Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari hadits no.873). Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw. Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits, ini semua adalah perbuatan Bid’ah namun Bid’ah Hasanah.

Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al-Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bid’ah hasanah. Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.

Demikian mudah-mudahan dapat dipahami dengan kejernihan hati.

Sumber:
  1. Mana Dalilnya I, Novel bin Muhammad Alaydrus, Taman Ilmu, Surakarta, 2005
  2. Kenalilah Akidahmu, Munzir Al-Musawa, www.majelisrasulullah.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar