Selasa, 07 Desember 2010

ADAB PENUNTUT ILMU

Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad saw, keluarga, dan sahabatnya, pembuka pintu rahmat Allah, sebanyak ilmu Allah dan sekekal kerajaan Allah. Amma ba'du.
Ya Allah berikan kami berkahnya ilmu, berikan kami kekhusyuan di dalam mencari ilmu, berikan kami sir-nya ilmu, berikan kami adab dalam menuntutnya dan ya Allah anugerahkan kami ilmu yang bermanfaat dan kefahaman akan ilmu.
Ketahuilah mempelajari ilmu adalah kewajiban setiap muslimin dan muslimat, seperti yang disebutkan dalam hadits dari Abu Darda' ra berkata:
"Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang menempuh satu jalan guna mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya satu jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka bagi para penuntut ilmu sebagai tanda keridhaan atas apa yang ia lakukan. Dan sesungguhnya seorang 'alim dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada dalam laut. Keutamaan seorang 'alim atas seorang ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu, barangsiapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil keberuntungan yang banyak." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Ketahuilah orang belajar ilmu adalah suatu hal yang sangat besar dan sangat agung, karena ilmu memiliki kedudukan sebagai wasilah (perantara/sarana) terhadap kebaikan dan taqwa, suatu hal yang membuat manusia berhak memperoleh kemuliaan di sisi Allah SWT dan kebahagiaan abadi. Sehingga menyibukkan diri dalam ilmu dikategorikan sebagai perbuatan taat dan ibadah yang paling utama dibanding semua perbuatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr ra berkata:
"Suatu ketika Rasulullah saw keluar menuju masjid dan beliau saw mendapatkan ada dua majelis dalam masjid: "Satu majelis membahas ilmu dan majelis yang lainnya berdoa dan memohon kepada Allah, lalu beliau saw berkata : "Kedua majelis itu sangatlah baik, adapun yang satu majelis mereka memohon kepada Allah SWT sedangkan yang lain belajar dan mengajari orang yang bodoh, mereka inilah yang lebih baik karena aku diutus sebagai pengajar," lalu beliau saw duduk bersama mereka." (HR Ibnu Majah)

Keutamaan para penuntut ilmu dan orang-orang yang mendalami agama juga diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam berbagai sabdanya, diantaranya: Dari Anas ra mengatakan: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa keluar dalam menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali." Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yang pergi ke masjid dengan keinginan hanya untuk mempelajari suatu kebaikan atau mengajarkannya, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang menunaikan haji dengan sempurna."
Ketahuilah bahwa sesungguhnya sir ilmu atau inti dari pada ilmu akan Allah berikan kepada seseorang apabila orang tersebut di dalam mencari ilmu itu dibarengi dengan adab, akhlak, kesopanan dan etika di dalam mencarinya. Kalau adab-adab dan etika itu tidak dijalankan dengan benar, maka ia akan diharamkan dari keberkahan ilmu dan ia tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Tanpa dibarengi dengan etika yang benar, ilmu hanya sekedar ilmu pengetahuan saja, ilmu itu tidak akan dapat menembus ke dalam batinnya dan ia tidak akan mengetahui sir dari pada ilmu tersebut.
Ketahuilah, ilmu dapat mengangkat derajat pada sebagian kaum dan dengan ilmu itu pula dapat menjatuhkan pada sebagian kaum. Ilmu yang dapat mengangkat derajat bagi suatu kaum yaitu apabila ilmu itu didapatkan dengan adab, dengan akhlak, dengan etika yang benar. Dengan demikian, maka ilmu yang ia dapatkan itu akan mengangkat derajatnya tetapi jika mencarinya tidak dengan adab, tidak dengan akhlak, tidak dengan etika yang benar atau sekedar mencarinya dengan begitu saja, maka Allah justru malah akan menjatuhkan derajat suatu kaum dengan sebab ilmu itu sendiri.
Rasulullah saw bersabda: "Ilmu ada dua. Ilmu yang di dalam hati, itulah ilmu yang bermanfaat. dan ilmu yang berada di lisan, yang akan menajdi hujjah Allah terhadap seorang manusia." Di antara ucapan al-'Arifbillah Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas adalah, "Ilmu ada dua: Pertama, ilmu yang menjadikan pemiliknya memiliki rasa takut (kepada Allah) dan merupakan cahaya. Setiap kali ilmu ini bertambah pada diri seseorang, bertambah pula pengenalannya terhadap dirinya dan dapat memastikan bahwa dia tidak mengetahui ilmu sedikit pun. Kedua, ilmu lisan. Setiap kali ilmu ini bertambah pada seseorang, bertambah pula pengakuan-pengakuannya, dan menyangka bahwa tak ada orang yang ilmunya seperti dirinya." Demikian ucapan beliau.


Maka agar anda memperoleh keberkahan ilmu berikut kami jelaskan adab-adab dalam menuntut ilmu yang kami sarikan dari berbagai sumber :

- Membersihkan hati dan Mengosongkannya dari Penyimpangan. Semestinya seorang pelajar membersihkan hatinya dari kotoran agar layak untuk menerima ilmu, menghafal, dan mendapatkan buahnya. Demikian kata Imam an-Nawawi. Sahl bin Abdullah mengatakan, "Sulit bagi hati untuk dimasuki oleh cahaya jika di dalamnya terdapat sesuatu yang dibenci Allah."

- Harus memiliki NIAT. Penuntut ilmu wajib niat sewaktu belajar, sebab niat itu merupakan pokok dalam segala perbuatan. Sebaiknya bagi penuntut ilmu dalam belajarnya berniat mencari ridho Allah, kebahagiaan akhirat, membasmi kebodohan diri sendiri dan sekalian orang-orang bodoh, mengembangkan agama dan mengabadikan Islam, mampu berbuat zuhud dan taqwa yang tentunya tanpa ilmu kita tidak dapat melakukannya. Dan dalam menuntut ilmu hendaklah diniatkan juga untuk mensyukuri atas kenikmatan akal dan kesehatan badan. Demikianlah, kita haruslah memiliki niat-niat yang baik setiap kali hendak keluar rumah untuk menuntut ilmu atau menghadiri majelis ilmu. Jika engkau tidak paham apa niatnya, maka kau berniatlah seperti niat gurumu, seperti ucapan berikut, "Saya berniat sebagaimana niat guru saya." (Nawaina kamaa nawaa syuyuukhii). Atau misalnya : "Saya niat sebagaimana niatnya kakeknya Habib Anis (Habib Ali Habsyi)". Maka semua niat-niat diatas sudah masuk semuanya, dengan demikian maka rahasia-rahasia niat yang begitu besar yang ada dalam batin guru-gurumu akan masuk kepadamu, dan kamu akan mendapatkan itu semuanya. Inilah niat yang seharusnya kamu pasang apabila kamu hendak keluar dari rumah untuk mencari ilmu. Hendaklah penuntut ilmu TIDAK BERNIAT mencari popularitas dengan ilmu yang dicarinya, tidak untuk mencari harta dunia, juga tidak niat mencari kehormatan di mata penguasa dan semacamnya.

- Mencari Manfaat di Mana pun Berada. Sayidina al-Imam Idrus bin Umar al-Habsyi mengatakan, "Semestinya orang yang menuntut ilmu mengambil manfaat dan adab syar'i yang baik di mana saja mendapatkannya. Baik dari orang dekat maupun orang jauh, orang yang tinggi kedudukannya ataupun yang rendah, orang yang dikenal memiliki ilmu atau orang yang tersembunyi ilmunya.

- Sabar dan Tabah dalam belajar. Alangkah baiknya apabila seorang penuntut ilmu berhati sabar dan tabah dalam berguru, dalam mempelajari suatu kitab jangan ditinggalkan terbengkalai, dalam suatu bidang studi jangan berpindah ke bidang lain sebelum yang pertama sempurna dipelajari, dan dalam hal daerah belajar jangan berpindah ke daerah lain kecuali karena terpaksa; karena semua itu dapat mengacaukan urusan, mengganggu pikiran, membuang-bung waktu dan menyakiti sang Guru. Dan penuntut ilmu hendaknya tabah dalam melawan kehendak hawa nafsunya; hendaknya pula bersabar dalam menghadapi segala ujian dan bencana. Sayidina Ali kw berkata: "Ah, tak mampu kau meraih ilmu, tanpa dengan enam perilaku, berikut saya jelaskan semua kepadamu: Cerdas, Semangat, Sabar, dan Cukup sangu, ada piwulang (irsyad) guru dan sepanjang waktu.

- Sedikit Makan dan Tidur. Sahnun mengatakan, "Ilmu tidak patut bagi orang yang makan sampai kenyang." di antara hikmah yang dikemukakan oleh Luqmanul Hakim adlah, "Wahai anakku, jika perut telah penuh niscaya pikiran akan tidur, hikmah akan tuli, dan anggota-anggota badan akan lumpuh untuk beribadah."

- Menghormati ilmu, Memuliakan guru. Ketahuilah bahwa penuntut ilmu TIDAK BAKAL mendapat ilmu dan juga memetik manfaat dan keberkahan ilmu melainkan dengan menghargai ilmu dan meghormati ahli ilmu, menghormati dan memuliakan gurunya. Sesungguhnya orang yang mengajari kamu sepatah ilmu yang dibutuhkan dalam urusan agama adalah menjadi bapakmu dalam beragama (abuuka fiddiin). Imam Nawawi mengatakan, "Seorang murid semestinya bersikap tawadhu dan beradab kepada gurunya meskipun gurunya lebih muda usianya, lebih tidak dikenal, lebih rendah nasabnya, dan lebih sedikt kebaikannya. Maka dengan ketawadhuannya dia akan memahami ilmu."

Al-Imam asy-Sayafi'i mengatakan, "Janganlah mempelajari ilmu dengan kekuasaan dan tinggi hati, maka akan terpedaya. Tetapi yang mempelajarinya dengan rendah hati, kehidupan yang sempit, dan mengabdi kepada ulama, akan mendapatkan kebahagiaan." Sufyan bin Uyainah pernah dinasihati oleh ayahnya ketika menginjak usia 15 tahun dengan nasihat berikut, "Dan ketahuilah bahwa seseorang tidak akan berbahagia dengan ulama kecuali orang yang menaati mereka. Karena itu, taatilah mereka, niscaya engkau akan bahagia. Dan mengabdilah pada mereka, niscaya engkau akan mendapatkan ilmu mereka." Diantara ucapan Sayyidina al-Imam Ja'far ash-Shadiq adalah, "Ada empat hal yang tidak semestinya seorang yang mulia memandangnya rendah. Yaitu berdiri dari majelisnya untuk menyambut ayahnya, melayani tamunya, mengurusi kendaraannya, dan melayani orang yang belajar kepadanya." Mujahid mengatakan, "Tidak akan dapat mempelajari ilmu orang yang pemalu dan tidak pula orang yang sombong."

Imam Ali bin Hasan al-Attas, semoga Allah memberi manfaat dengannya, mengatakan, “Sesungguhnya pencapaian dari ilmu, pemahaman, dan cahaya – yakni tersingkapnya hijab – adalah bergantung pada ukuran adab terhadap guru.” Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) mengatakan, “Sesungguhnya akju mendoakan Abu Hanifah sebelummendoakan ayahku, dan aku pernah mendengar abu Hanifah mengatakan, ‘Sesungguhnya aku mendoakan Hammad bersama kedua orang tuaku.’” Imam Syafi’I mengatakan, “Aku senantiasa membuka lembar kitab di hadapan Malik, semoga Allah merahmatinya, dengan lebut agar dia tidak mendengarnya, karena rasa hormat kepada beliau.” Ar-Rabi’ sahabat asy-Syafi’I mengatakan, “Aku tidak berani minum air, sedangkan asy-Syafi’I melihatku karena rasa horat kepadanya.” Imam an-Nawawi pernah menolak makan bersama gurunya (al-Kamal ar-Irbiliy) dengan alasan syar’I, yakni beliau berujar, “Aku takut bila guruku lebih dahulu memandang suatu suapan tetapi aku yang memakannya, sedangkan aku tidak menyadarinya.” Selaini itu diceritakan apabila beliau hendak keluar dari rumah untuk menuntut ilmu di depan gurunya, maka beliau terlebih dahulu bersedak di jalan semampunya dengan niat untuk gurunya, dan mengucapkan doa, “Ya Allah berkat sedekahku ini, maka tutupilah dariku aib-aib guruku agar mataku tidak melihat kekurangannya, sehingga saya akan melihat guru saya ini dengan suatu pandangan kesempurnaandan agar tidak seorang pun menyampaikannya kepadaku.” Sehingga dari sinilah Imam Nawawi mendapatkan barokah ilmu. Maka dari itu apabila kita ingin mendapatkan keberkahan ilmu maka hendaklah kita pandang guru kita dengan pandangan kesempurnaan. Kalau kita sudah memandang pada guru kita sudah ada satu kekurangan dan itu timbul dari dalam hati kita, maka ketahuilah kamu tidak akan mendapatkan keberkahan ilmu, tertutup, dan kamu tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Oleh sebab itu maka Imam Nawawi didalam sedekahnya beliau niatkan dengan niat yang begitu mulia, yaitu agar supaya ditutupi aib-aib daripada gurunya.

Diriwayatkan dari Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib, yang mengatakan, “Di antara hak gurumu terhadapmu adalah engkau mengucapkan salam kepada orang secara umum dan mengucapkan kepadanya secara khusus. Engkau duduk di depannya, jangan menunjuk dengan tanganmu di sisinya, jangan memberi isyarat dengan matamu, jangan engkau mengatakan, ‘Fulan mengatakan yang berbeda dengan yang Tuan katakana.’ Jangan menggunjing seseorang dihadapannya. Jangan bermusyawarah dengan temanmu di majelisnya, jangan memegang bajunya apabila dia bangun, jangan mendesaknya apabila dia sedang malas, dan jangan pula berpaling darinya.” Abu Sahl ash-Shulukiy mengatakan, “Durhaka kepada orang tua dapat dihapus dengan tobat, tetapi durhaka kepada para guru tidak dapat dihapus oleh apapun.” Imam Ahmad bin Umar al-Hinduan mengatakan, “Yang membuat orang tidak mendapatkan ilmu hanyalah karena sedikitnya penghormatan mereka terhadap orang-orang yang berilmu.”

Tertulis dalam kitab Ta’limul Muta’allim : “Di antara perbuatan menghormati guru adalah tidak melintas dihadapannya, tidak menduduki tempat duduknya, tidak memulai berbicara kecuali atas izinnya, tidak banyak bicara di sebelahnya dan tidak menanyakan sesuatu yang membosankannya, hendaklah pula mengambil waktu yang tepat dan jangan pernah mengetuk pintu tetapi bersabarlah sampai beliau keluar. Pada pokoknya adalah mencari ridhonya guru, menghindarkan murkanya dan menjunjung tinggi perintahnya selama tidak melanggar ajaran agama.” Tertulis juga: “Termasuk cara menghormati guru adalah menghormati anak-anaknya dan siapapun yang berkaitan dengannya.” Al-Imam as-Subki ketika mengunjungi Darul Hadits yang dinisbatkan kepada al-Imam an-Nawawi yang terletak di kota Damaskus, beliau melepas bajunya dan menempelkan badannya di sana sambil mendendangkan syair: Di Darul Hadis terdapat makna yang lebut, pada hamparannya aku merunduk dan tersungkur. Barangkali wajahku yang berdosa ini menyentuh tempat yang bersentuhan dengan telapak kaki an-Nawawi.

Dikatakan: “Dianjurkan kepada penuntut ilmu agar memperhatikan seluruh ilmu dan hikmah dengan penuh ta’zhim serta hormat, meskipun telah seribu kali mendengar keterangan dan hikmah yang itu-itu juga. Ada dikatakan, ‘Barangsiapa ta’zhimnya setelah seribu kali kali berulang tidak seperti ta’zhimnya yang pertama kali, maka dia bukan ahli ilmu.’”

- Bertanya kepada Ulama dan Terus Menambah Ilmu. Allah SWT berfirman: "Mengapa tidak pergi dari tia-tiap golongan di antara mereka beberapa golongan orang untuk MEMPERDALAM PENGETAHUAN MEREKA TENTANG AGAMA, dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS At-Taubah: 122) Ayat ini menggambarkan dorongan untuk belajar dan mengajar dengan perintah untuk mendalami agama, serta dakwah di jalan Allah dan jalan yang lurus. Allah berfirman dalam rangka mendorong untuk bertanya dalam urusan agama yang dirasakan sulit, kepada ulama yang mengamalkan ilmunya. Allah SWT berfirman: "Maka BERTANYALAH kalian kepada orang-orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui." (QS al-Anbiya: 7) Al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad mengatakan, "Bertanya adalah kunci yang dapat menyampaikan seseorang kepada makna-makna ilmu dan rahasia -rahasia kegaiban yang ada dalam dada dan hati. Sebagaimana seseorang tidak dapat sampai kepada barang-barang dan hal-hal berharga di dalam rumah, kecuali dengan menggunakan kunci yang terbuat dari besi dan kayu, demikian pula seseorang tidak dapat sampai kepada ilmu dan pengetahuan yang ada pada ulama, melainkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan untuk mengambil manfaat yang disertai dengan kesungguhan, keinginan, dan adab yang baik."

Allah SWT berfirman: "Dan katakanlah, "Tuhanku tambahkanlah aku ilmu." (QS. Thaha: 114) Nabi saw mengatakan, "Jika datang kepadaku suatu hari yang pada hari itu aku tidak mendapat tambahan ilmu yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah, berarti tidak ada keberkahan bagiku terbitnya matahari pada hari itu." (Ath-Thabrani) Di antara doa baginda Nabi saw adalah: "Ya Allah berilah aku manfaat dengan apa yang Engkau telah ajarkan kepadaku, ajarkanlah aku apa yang bermanfaat bagi diriku, dan tambahkanah aku ilmu." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah dari hadits Abu Hurairah)

- Memuliakan Kitab. Salah satu ujud penghormatan terhadap ilmu adalah memuliakan kitab, karena itu dianjurkan bagi penuntut ilmu agar tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Hal ini pun telah dicontohkan oleh sekian banyak ulama diantaranya al-Imam Syamsul Aimmah as-Sarkhasi dalam keseriusan belajarnya perlu ulang-alik 17 kali untuk wudhu saat sakit perut yang menyebabkan hadas. Di antara penghormatan wajib kepada kitab adalah jangan menjulurkan kaki kea rah kitab, hendaklah meletakkan kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakan, dan tidak meletakkan barang apapun di atas kitab, menulisnya sebagus mungkin, jangan mencoret-coret dan jangan pula membuat catatan-catatan yang mengaburkan tulisan kitab, kecuali keadaan terpaksa.

- Menuntut Ilmu dengan Kesungguhan. Ketahuilah sesungguhnya semakin bertambah mulia sesuatu yang dituntut, semakin bertambah keletihan dan kesulitan dalam mencapainya. Di dalam Shahih Muslim disebutkan, "Ilmu tidak dapat dengan bersantai-santai." Badiuz Zaman mengatakan, "Ketahuilah bahwa ilmu itu keperluan yang lambat (tak segera dibutuhkan), cita-cita yang jauh yang tidak dapat dicapai dengan anak panah, tidak terlihat dalam tidur, tidak diwarisi dari orang tua dan paman. Melainkan merupakan pohon yang tidak akan baik kecuali bila ditanam, dan tidak dapat ditanam kecuali di dalam jiwa. Tidak dapat diairi kecuali dengan belajar dan tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan banyak menyendiri , senantiasa begadang (untuk belajar), sedikit tidur, menyambungkan malam dengan siang. itu semua tidak akan dapat dicapai kecuali oleh orang-orang yang mengorbankan matanya. Apakah orang yang menyibukkan waktu siangnya dengan mengumpulkan harta dan menyibukkan waktu malamnya dengan berkumpul dengan wanita, menyangka akan keluar sebagai seorang faqih? Tidak! Demi Allah, sampai dia menuju kepada buku-buku catatannya, menemani tinta-tinta penanya, melewati padang ilalang, menuntut ilmu siang dan malam, menerima kepahitan kesabaran, dan menerima hujan lebat taufiq." Sayyidina Asy-Syeikh Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi mengatakan, "Asy-Syeikh Abu Ishak Asy-Syirazi mengulangi pelajaran seribu kali, sedangkan sayyidi Ahmad bin Zain al-Habsyi sebanyak 25 kali." Guru para imam mujtahid, Sayyidina Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin al-Ustadz al-A'zham pada masa menuntut ilmu senantiasa mengulang kembali bacaannya di malam hari, maka beliau habiskan sebagian besar waktu malamnya, dan terkadang beliau habiskan seluruh waktu malamnya. Dikisahkan bahwa sorban beliau sampai tiga belas kali terbakar oleh pelita ketika mengulang pelajaran karena sangat tenggelam di dalamnya. Apabila merasa mengantuk, maka beliau keluar ke tepi pantai mengulang-ulang hafalannya. Beliau hafal al-Quran, kitab at-Tanbih, dan sebagian besar dari kitab al-Muhadzdzab. Dan banyak kisah lainnya.

Demikian beberapa adab-adab dalam menuntut ilmu. Mudah-mudahan kita bisa mengamalkannya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar